PTSP Bagian Integral dari Akreditasi Menuju E-Court
- Detail
- Ditayangkan: Selasa, 25 September 2018 09:31
- Ditulis oleh Administrator Web
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah pelayanan yang terintegrasi dalam satu kesatuan proses, dimulai dari tahap awal sampai penyelesaian produk pelayanan pengadilan melalui satu pintu saja. Tujuannya adalah mewujudkan pelayanan yang cepat, mudah, transparan, serta terukur sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga tercapai pelayanan prima, akuntabel, dan anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). PTSP dilaksanakan dengan prinsip keterpaduan, efektif, efisien, ekonomis, terkoordinasi, akuntabel, dan aksesibilitas. Sesuai Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA-RI No. 77/DJU/SK/HM02.3/2/2018, tertanggal 26 Februari 2018 (Baca: SK 77), ruang lingkup PTSP meliputi seluruh pelayanan administrasi yang menjadi kewenangan pengadilan tinggi (PT) dan pengadilan negeri (PN). Salah satu contoh transparansi melalui PTSP adalah tidak dibenarkannya panitera menandatangani surat atau akta di ruangannya sendiri, melainkan harus di meja PTSP.
Oleh karena itu, PTSP adalah bagian integral dari Akreditasi Penjaminan Mutu Badan Peradilan Umum (APM Badilum). Karena dengan telah terakreditasinya seluruh PT dan PN, sistem pendokumentasian sudah tertata dan terbenahi dengan baik, sehingga penerapan PTSP menjadi jauh lebih mudah dibandingkan jika pengadilannya belum terakreditasi. Itulah alasan mengapa saat ini hampir di seluruh pengadilan sudah menerapkan PTSP. PTSP pun dikatakan sebagai langkah kedua setelah APM yang harus diterapkan dengan baik di pengadilan. Dalam Tajuk di edisi terdahulu telah diulas bahwa langkah ketiga adalah penerapan e-court berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2018 tentang Administrasi di Pengadilan secara Elektronik, yaitu pemutakhiran administrasi ke arah digitalisasi, sebagai salah satu ciri peradilan modern.
Namun demikian, disampingpenerapan digitalisasi peradilan, prima dan modernnya pengadilan juga terletak pada kualitas pelayanan yang paripurna terhadap pengguna pengadilan. Wujud dari hal ini tak lain dan tak bukan adalah pada PTSP itu sendiri. Terpeliharanya nilai-nilai luhur dari akreditasi yang telah diraih oleh pengadilan (aspek dokumentasi yang telah diimplementasikan dalam praktik peradilan sehari-hari) dan implementasi aplikasi e-court dengan baik dan konsekuen, dijembatani oleh pelayanan pengadilan di meja PTSP.
Berangkat dari pemahaman berdasarkan uraian di atas, salah satu parameter kualitas pelayanan di PTSP diukur dari kualitassumber daya manusia (SDM) yang bertugas di PTSP. Oleh karena yang memilih dan menentukan personel petugas PTSP adalah pimpinanpengadilan, maka dalam hal ini Ketua Pengadilan wajib memahami dan menguasai konsep, fungsi, dan prinsip PTSP, agar ia tidak salah memilih dan menempatkanpetugas berkualitas di meja PTSP.
Kegagalan di meja PTSP adalah kegagalan pimpinan pengadilan. Itulah yang menyebabkan secara prinsip penempatan tenaga honorer di meja PTSP tidak diperbolehkan. Dimungkinkannya penempatan tenaga honorer di meja PTSP sesuai SK 77 adalah merupakanultimum remidium, yakni apabila di pengadilan tersebut jumlah aparatur sipil negara (ASN) tidak mencukupiuntuk ditempatkan di PTSP. Itupun harus terlebih dahulu dibekali melalui pelatihan yang memadai agar tenaga honorer tersebut memiliki kualitas yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Kemudian, dari sisi aspek standar meja PTSP harus mematuhi ketentuan SK 77. Misalkan, ketentuan tinggi maksimal meja PTSP adalah 75 cm, dan ini bukanlah sebuah aturan yang dibuat tanpa pertimbangan. Ketentuan tersebut wajib dipatuhi karena dalam ukuran tinggi 75 cm tersebut terkandung filososi, di mana penyandang difabel dapat menggunakan PTSP dengan baik. Jangan seperti yang terjadi disalah satu pengadilan, di mana tinggi meja PTSP-nya tidak sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, sehingga diperintahkan kepada ketuanya untuk memotong tinggi meja agar sesuai denganketentuan tersebut.
Demikian juga pelaksanaan penilaian PTSP pada PN, yang sesuai Surat Edaran Dirjen Badilum No. 7 Tahun 2018 tertanggal 10 Juli 2018 memakai pedoman SK 77 tersebut, tanpa menutup kemungkinan dilakukannya inovasi untuk meningkatkan kualitas PTSP di satuan kerja (Satker) masing masing.
Inovasi seperti pengadaan atau peningkatan kualitas software yang dapat menghubungkan secara langsung petugas PTSPdengan back office, baik ketua, panitera, para panitera muda, dan lain-lain, menjadi penting untuk menambah nilai. Kami ucapkan selamat kepada para pemenang lomba PTSP.
Dr. H. Herri Swantoro, S.H., M.H.